Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga acuan nikel Indonesia sebesar US$16.175,23 per dry metric tonne (dmt) pada Oktober 2024.
Acuan itu naik 1,67% dari September 2024 yang sebesar US$15.908,1 per dmt.
Dibandingkan dengan tahun awal kalender (year-to-date/ytd), harga acuan Oktober 2024 turun 1,18% dari Januari 2024 yang sebesar US$16.368,86 per dmt.
Penurunan juga terjadi bila dibandingkan dengan acuan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy). Harga acuan Oktober 2024 turun hingga 19,88% dari Oktober 2023 yang sebesar US$20.190 per dmt.
Harga acuan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI (Kepmen ESDM) Nomor 277.K/MB.01/MEM.B/2024 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu Bara Acuan untuk Bulan Oktober tahun 2024, pada 24 Oktober 2024.
Emisi karbon dari produksi nikel
Upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi nikel yang lebih masif berpotensi menaikkan emisi karbon Indonesia, lantaran masih adanya ketergantungan pada PLTU batu bara pada operasi produksi nikel. Melansir Katadata, rencana kenaikan produksi dari empat perusahaan nikel besar di Indonesia diprediksi meningkatkan emisi karbon 38,5 juta ton CO2 pada 2028.
Empat perusahaan nikel tersebut adalah PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT Merdeka Battery Materials (MBMA) Tbk, PT Trimegah Bangun Persada (Harita Nickel) Tbk, dan PT Vale Indonesia Tbk. Hal ini diungkapkan dalam laporan terbaru Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Indonesia's Nickel Companies: The Need for Renewable Energy Amid Increasing Production.
Laporan ini mengungkapkan, Antam, MBMA, Harita, dan Vale, yang mewakili 26% produksi nikel Indonesia, menghasilkan logam nikel 350 ribu ton pada tahun lalu, dengan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 15 juta ton. Pada tahun yang sama, keempat perusahaan ini berhasil meraup laba US$996 juta dan pendapatan US$6,8 miliar.
Keempat perusahaan ini berencana menaikkan kapasitas total produksinya menjadi 1,05 juta ton logam nikel pada 2028.
“Seiring perusahaan nikel Indonesia menikmati pertumbuhan laba dan skala bisnisnya, dengan rencana meningkatkan produksi lebih dari dua kali lipat dalam 3-5 tahun ke depan, sudah saatnya dilakukan percepatan transisi dari batu bara,” kata Ghee Peh, penulis laporan dan Analis Keuangan Energi IEEFA, dikutip Jumat (25/10/2024).
(Baca Katadata: Kenaikan Produksi 4 Perusahaan Nikel RI Berpotensi Dongkrak 38 Juta Ton Emisi)