Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mencabut aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Diketahui, ambang batas ini merupakan acuan persentase kepemilikan kursi di DPR atau perolehan suara sah pemilu bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Keputusan MK tersebut tertuang dalam putusan nomor 62/PUU-XXII/2024. Sebelumnya, presidential threshold yang sebesar 20% banyak menuai kritik dan dianggap kontroversial, karena dinilai tidak demokratis, membatasi partisipasi partai politik, dan menghambat munculnya calon alternatif.
Presidential threshold mulai diberlakukan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2004 dengan landasan Undang-Undang No 23 Tahun 2003. Khusus Pemilu 2004, diatur dalam pasal 101, yakni ambang batas untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden adalah 3% dari jumlah kursi di DPR RI atau 5% dari perolehan suara sah di pemilu.
Kemudian, pada Pemilu 2009, presidential threshold naik menjadi 20% dari jumlah kursi di DPR RI atau 25% dari perolehan suara sah pemilu. Persyaratan ambang batas minimum tersebut bertahan hingga Pilpres 2024 yang akhirnya dibatalkan oleh MK di awal bulan ini.
(Baca: Apa Itu Parliamentary Threshold?)