Katadata melaporkan, rupiah menguat tipis 0,17% ke level 15.892 per dolar AS (US$) pada pembukaan perdagangan pagi ini, Jumat, 5 April 2024.
Data terakhir pada Jumat siang pukul 14.00 WIB, rupiah bertengger di level 15.850 per dolar AS. Ini lebih rendah daripada capaian pada hari sebelumnya, yakni 15.907 pada 4 April 2024. Rupiah sebenarnya konsisten naik sejak 21 Maret 2024 lalu, seperti terlihat pada grafik.
Analis pasar uang, Lukman Leong, mengatakan rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS. Penguatan terjadi setelah pernyataan para pejabat bank sentral AS, The Federal Reserve, Neel Kashkari dan Thomas Barkin.
“Dolar AS rebound setelah pernyataan hawkish dari pejabat the Fed Kashkari dan Barkin,” ujar Lukman kepada Katadata.co.id, Jumat (5/4/2024).
Kendati demikian, Lukman mengatakan, pelemahan rupiah kemungkinan terbatas. Para pelaku pasar uang saat ini masih menantikan data cadangan devisa Indonesia.
“Namun perlemahan akan terbatas, investor menantikan data cadev Indonesia,” ujarnya. Rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang 15.850-16.000.
Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menilai rupiah berpeluang melemah menjelang libur panjang terhadap dolar AS hari ini. Dengan tekanan yang besar terhadap aset berisiko, pasar mungkin enggan menahan aset rupiah selama libur pasar.
“Sebagian indeks saham Asia yang notabene adalah aset berisiko, terlihat tertekan pagi ini,” ujar Ariston.
Melansir Bloomberg, mayoritas mata uang Asia pun masih menunjukkan pelemahan terhadap dolar AS. Baht Thailand melemah 0,16%, ringgit Malaysia melemah 0,08%, yuan Cina melemah 0,01%, rupee India menguat 0,01%, peso Filipina melemah 0,27%, dan dolar Singapura melemah 0,10%.
(Baca Katadata: Rupiah Menguat 15.892 per Dolar AS Jelang Libur Lebaran)
Memberatkan pelaku usaha
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo memperkirakan pelemahan rupiah selama dua pekan terakhir yang menuju level Rp 16.000 per dolar AS berpotensi memicu kenaikan harga pada kuartal kedua tahun ini. Pelemahan rupiah juga dapat menganggu daya saing industri, bahkan memicu PHK.
"Kenaikan biaya overhead produksi dapat terjadi bila pelemahan rupiah dibiarkan terlalu lama," kata Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani kepada Katadata.co.id, Kamis (4/4/2024).
Shinta menjelaskan, kenaikan biaya produksi disebabkan sebagian besar bahan baku sektor manufaktur domestik masih bergantung pada impor.
(Baca Katadata: Pengusaha Beberkan Dampak jika Rupiah Terus Loyo Tembus 16.000/US$)
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia atau Gappmi juga melihat, pelemahan rupiah saat ini sudah memberatkan, terutama untuk perusahaan skala mikro dan kecil. Perusahaan skala menengah dan besar akan ikut kesulitan jika rupiah tembus Rp 16.000 per dolar AS.
Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman mengatakan, industri skala mikro dan kecil, terutama pada makanan olahan, umumnya memasok bahan baku secara harian atau mingguan. Pada saat yang sama, Adhi menilai industri makanan olahan cukup bergantung pada bahan baku impor.
"Industri-industri kecil ini yang agak rentan dengan pelemahan rupiah, sehingga mereka biasanya menaikkan harga jual atau mengurangi ukuran produknya," kata Adhi kepada Katadata.co.id, Jumat (5/4/2024).
(Baca Katadata: Pelaku Usaha Makanan Skala Kecil Paling Terdampak jika Rupiah Jatuh)
Adhi menjelaskan, industri makanan olahan skala menengah dan besar tidak terlalu terpengaruh akibat pelemahan rupiah saat ini. Hal tersebut disebabkan kontrak pasokan bahan baku jangka panjang yang biasanya dimiliki industri skala tersebut.
Adhi berpendapat industri menengah dan besar akan mulai terdampak jika nilai tukar rupiah menembus Rp 16.000 per Dolar Amerika Serikat. Sementara itu, dampak pada industri skala tersebut akan menjadi besar jika rupiah mencapai Rp 16.500 per Dolar Amerika Serikat.
(Baca juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan 6% pada Maret 2024)