Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan, penerimaan devisa pariwisata Indonesia cenderung fluktuatif dalam 20 tahun.
Pada 2003, nilai penerimaan devisa hanya US$4,03 miliar. Nilainya naik menjadi US$4,79 miliar pada 2004.
Memasuki 2013, nilai penerimaannya sudah lebih dari US$10 miliar. Penerimaan devisa memang cenderung meningkat pada 2013 hingga 2019. Pada periode ini, penurunan hanya terjadi sekali, yakni pada 2015 yang sebesar US$10,76 miliar.
Pada 2019, penerimaan melonjak menjadi US$16,91 miliar, menjadi yang terbesar dalam dua dekade.
Namun penerimaan devisa pariwisata ambruk karena pandemi Covid-19, tepatnya pada 2020-2021. Diketahui, pada masa wabah tersebut, tempat dan kegiatan pariwisata terpaksa dibatasi ketat bahkan ditutup demi memutus rantai penularan virus.
Tercatat, penerimaan devisa pariwisata pada 2020 turun drastis menjadi US$3,31 miliar dan 2021 menjadi US$540 juta, seperti dikutip dari data BPS.
Namun, penerimaan devisa perlahan bangkit dalam dua tahun terakhir setelah pandemi. Tercatat pada 2022 mencapai US$7,03 miliar. Sementara pada 2023 melonjak menjadi US$14 miliar, seperti dikutip dari laman Kemenparekraf.
Data terakhir 2023, kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tembus 11,68 juta kunjungan. Capaian ini meningkat 98,3% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
(Baca juga: Kunjungan Turis Asing ke RI Terus Meningkat sampai Juli 2024)