Limbah menjadi permasalahan masyarakat Indonesia karena mengandung bahan–bahan yang dapat menimbulkan polusi dan dapat menganggu kesehatan. Jenis limbah terdiri dari limbah B3 atau bahan beracun, berbahaya, dan non B3.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, produksi limbah B3 dan non B3 di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 19,9 juta ton pada 2021. Jumlah itu menjadikan provinsi tersebut sebagai produsen limbah terbesar di Indonesia.
Jawa Barat berada di urutan kedua dengan produksi limbah B3 dan non B3 sebesar 8,82 juta ton pada tahun lalu. Banten menyusul di posisi ketiga dengan produksi 6,46 juta ton.
Produksi limbah B3 dan non B3 di Sumatera Utara tercatat sebesar 6,19 juta ton. Diikuti Jawa Timur dan Riau dengan produksi masing-masing 6,1 juta ton dan 3,76 juta ton.
Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya NTB yang menghasilkan limbah B3 dan non B3 lebih dari 10 juta ton. Sebanyak 18 provinsi menghasilkan 2-10 juta ton, sedangkan 15 provinsi lainnya menghasilkan kurang dari 2 juta ton.
Adapun, Maluku menjadi provinsi dengan produksi terendah, yakni hanya 2,5 ribu ton. Di atasnya ada Sulawesi Barat dan Papua Barat dengan produksi masing-masing 3,3 ribu ton dan 3,9 ribu ton.
Mengutip dlh.bulelengkab.go.id limbah B3 adalah suatu buangan yang sifat dan konsentrasinya mengandung zat yang beracun dan berbahaya sehingga secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak lingkungan, mengganggu kesehatan, dan mengancam kelangsungan hidup manusia serta organisme lainya.
Suatu limbah tergolong berbahaya dan beracun jika memiliki sifat atau karakteristik, seperti mudah meledak, teroksidasi, menyala, beracun, bersifat korosif, dan menimbulkan masalah kesehatan. Sementara limbah non B3 tidak mengandung karakteristik seperti limbah B3.
(Baca: 10 Negara Penghasil Limbah Elektronik Terbanyak di Dunia, Indonesia Urutan Berapa?)