Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menghimpun tingkat pendidikan dari pekerja migran Indonesia (PMI) pada 2023.
Terbanyak berasal dari jenjang sekolah menengah atas (SMA) atau kejuruan (SMK), yakni 33,22% dari total buruh migran Indonesia pada tahun lalu.
BPS menyebut, kelompok ini cenderung lebih siap untuk bekerja di sektor-sektor sepert jasa, manufaktur, dan perkantoran dibandingkan dengan kelompok dengan pendidikan lebih rendah.
Kedua terbanyak adalah lulusan sekolah dasar (SD), mencakup 28,34%. Ketiga, sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 24,10%.
"Hal ini mencerminkan masih tngginya ketergantungan pada tenaga kerja dengan keterampilan dasar untuk pekerjaan sektor informal, sepert asisten rumah tangga maupun pekerja dengan jenis pekerjaan kerah biru (blue collar workers)," tulis BPS dalam laporan Cerita Data Statistik untuk Indonesia - Pekerja Migran Indonesia, yang dipublikasikan pada Jumat (20/12/2024).
PMI yang tidak tamat SD justru lebih besar angkanya daripada yang berada di tingkat perguruan tinggi. Tidak tamat SD sebanyak 9,12%, sedangkan lulusan S1-S3 sebanyak 3,26% dan D1-D3 sebanyak 1,95%.
BPS menambahkan, PMI laki-laki lebih banyak daripada perempuan, yakni 55,9% berbanding 44,41%.
Sebagian besar PMI pada saat berangkat ke negara terakhir berusia antara 25 hingga 44 tahun. Persentase tertinggi berada pada rentang usia 40-44 tahun (16,29%) dan 25-29 tahun (16,18%).
"Hal ini menggambarkan bahwa pekerja migran Indonesia umumnya berada dalam usia produktif, yang cenderung mencari peluang kerja untuk mendukung kehidupan ekonomi mereka dan keluarga," tulis BPS.
(Baca juga: Ada 1.358 Aduan Pekerja Migran Indonesia sampai November 2024, Ini Trennya)