Obligasi hijau atau green bond adalah surat utang yang diterbitkan korporasi atau pemerintah untuk mendanai proyek pembangunan berkelanjutan.
Menurut data yang dihimpun Asian Development Bank (ADB), penerbitan green bond di Indonesia tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2017 nilai green bond yang diterbitkan di dalam negeri baru US$49 juta, seluruhnya berasal dari korporasi.
Kemudian pada 2018 nilainya melonjak menjadi US$1,8 miliar, berasal dari penerbitan green bond pemerintah US$1,25 miliar dan korporasi US$653 juta.
Pada 2018 pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya menerbitkan green bond berbasis syariah yang disebut sukuk hijau.
Kemudian pada tahun-tahun berikutnya penerbitan surat utang serupa terus meningkat, hingga pada Maret 2022 nilai totalnya menembus US$7 miliar, dengan rincian dari pemerintah US$4,05 miliar dan korporasi US$3 miliar.
Selama periode 2018-2022 pemerintah juga konsisten menjadi aktor dominan dalam penerbitan green bond di Indonesia, seperti terlihat pada grafik.
ADB menyatakan capaian ini menjadikan Indonesia sebagai pasar keuangan hijau terbesar kedua di ASEAN.
Adapun menurut Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Dwi Irianti Hadiningdyah, nilai green bond yang semakin tinggi mencerminkan naiknya kepedulian pemerintah dan korporasi terhadap pembangunan berkelanjutan.
"[Maraknya penerbitan green bond] itu bagus. Tingkat awareness dari perusahaan untuk turut memerangi perubahan iklim semakin besar," kata Dwi, dilansir Bisnis.com, (29/4/2023).
(Baca: Indonesia, Wadah Investasi Hijau Terbesar di Asia Tenggara)