Presiden Prabowo Subianto menargetkan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 8% pada 2029.
Target ini tercatat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025.
(Baca: Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dalam RPJMN 2025-2029)
Sebelumnya, selama periode 1961-2024 ekonomi Indonesia pernah tumbuh di atas 8% sebanyak lima kali, yakni:
- Tahun 1968: pertumbuhan ekonomi 10,92%
- Tahun 1973: pertumbuhan ekonomi 8,1%
- Tahun 1977: pertumbuhan ekonomi 8,76%
- Tahun 1980: pertumbuhan ekonomi 9,88%
- Tahun 1995: pertumbuhan ekonomi 8,22%
Menurut paparan pemerintah dalam dokumen RPJMN, pertumbuhan tinggi tersebut dipengaruhi beragam faktor.
Pada 1968 pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat berkat keterbukaan terhadap investor asing, penyederhanaan prosedur perdagangan luar negeri, dan pengendalian inflasi.
Kemudian pada 1973 dan 1977 pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang lonjakan harga minyak dunia. Indonesia yang ketika itu masih menjadi eksportir minyak memperoleh keuntungan dari momen ini.
Lalu pada 1980 ekonomi Indonesia tumbuh tinggi karena didorong diversifikasi ekspor, dengan kayu sebagai komoditas utama.
Pada 1980 Indonesia juga menerapkan deregulasi perbankan, keuangan, dan perdagangan untuk memudahkan investasi asing, ditambah dengan adanya program swasembada pangan.
Sedangkan pada 1995 ekonomi Indonesia tumbuh tinggi berkat menguatnya industri manufaktur, otomotif, dan jasa, serta naiknya aliran investasi asing langsung.
(Baca: Target Peningkatan Produksi Pangan Era Prabowo, Padi sampai Sorgum)
Adapun untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, pemerintahan Prabowo Subianto telah menetapkan 8 strategi utama yang tercantum dalam RPJMN 2025-2029, yaitu:
- Peningkatan produktivitas pertanian menuju swasembada pangan;
- Industrialisasi/hilirisasi sektor padat karya berorientasi ekspor dan berkelanjutan;
- Pariwisata dan ekonomi kreatif;
- Ekonomi biru dan ekonomi hijau;
- Perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi;
- Transformasi digital
- Foreign direct investment (FDI) berorientasi ekspor dan investasi non-APBN;
- Belanja negara untuk produktivitas melalui program makan bergizi gratis, pembangunan 3 juta rumah, dan lain-lain.
(Baca: Kejar Pertumbuhan 8%, RI Butuh Investasi Rp47 Kuadriliun Era Prabowo)