PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) mencatatkan kinerja keuangan yang positif di semester I 2022. Perusahaan mencetak lonjakan pada pendapatan dan laba bersih di periode Januari-Juni 2022.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan di laman Bursa Efek Indonesia pada 29 Agustus 2022, ADMR meraih laba bersih senilai US$202 juta di semester pertama 2022. Realisasi ini melesat 490% dibanding periode yang sama tahun sebelum yang hanya US$34,18 juta.
Peningkatan laba bersih ini sejalan dengan kenaikan pendapatan bersih perusahaan. Tercatat, pendapatan ADMR pada Semester I 2022 ini mencapai S$435,65 juta atau melonjak 165% dari pendapatan di semester I 2021 yang sebesar US$164.15 juta.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer ADMR, Bpk. Christian Ariano Rachmat, mengatakan kinerja Adaro Minerals pada semester pertamanya sebagai perusahaan publik sangat baik. Kinerja itu didukung oleh kenaikan harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) maupun volume penjualan.
"Kami mendapatkan minat yang tinggi untuk produk batu bara kokas keras, sehingga volume penjualan semester I 2022 dapat tumbuh 9%. Kondisi harga yang kuat mendorong kenaikan signifikan pada ASP semester I 2022 naik 143%, karena kami membukukan profitabilitas yang tinggi di periode ini," jelas Christian dalam siaran pers, Senin (29/8/2022).
Lebih lanjut, Chriatian mengatakan walaupun penurunan aktivitas manufaktur dan konstruksi membawa tantangan terhadap batubara metalurgi saat ini, ADMR berada di posisi yang baik untuk memenuhi target produksi sebesar 2,8 juta ton– 3,3 juta ton pada tahun 2022.
"Kami terus mendukung transformasi internal Grup Adaro, mencatat beberapa pencapaian baru pada rencana peletakan batu pertama pembangunan smelter aluminium pada awal 2023 sebagai proyek pertama dalam pengembangan kawasan industri hijau terbesar dunia di Kaltara," terangnya.
Selain itu, Adaro Minerals membukukan beban pokok pendapatan senilai US$148,24 juta di enam bulan pertama 2022. Sedangkan, di semester I-2021, mencapai US$102,37 juta. Hal ini disebabkan kenaikan pada biaya royalti akibat kenaikan volume dan ASP, biaya penambangan, biaya pemrosesan batu bara, dan biaya pengangkutan dan bongkar muat.
Secara rinci, kenaikan volume pada semester I 2022 mendorong kenaikan 30% pada biaya penambangan menjadi $30 juta, dari periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai $23 juta. Selain itu, kenaikan biaya pemrosesan batu bara mencapai 65% menjadi $18 juta dari $11 juta pada semester I 2021.
Kemudian, kenaikan biaya pengangkutan dan bongkar muat naik 45% menjadi $34 juta dari $24 juta pada semester I 2021. Lalu, kenaikan 97% pada biaya bahan bakar menjadi $11,9 juta dari $6,1 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, total aset perusahaan pada akhir semester I 2022 naik 42% menjadi $1.140 juta dari $804 juta pada akhir periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, total liabilitas perusahaan hingga akhir semester I 2022 naik 27% menjadi $731 juta dibandingkan $577 juta tahun lalu.
(baca: Ini Emiten Properti dengan Laba Terbesar per Semester I 2022)