Hasil long form sensus penduduk (SP) 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rata-rata pernikahan anak yang dialami remaja perempuan berusia 10-14 tahun di Indonesia mencapai 0,50% dari total remaja perempuan nasional.
Jawa Timur menjadi provinsi dengan persentase pernikahan usia dini tertinggi yang dialami remaja perempuannya pada 2022, yakni 1,43%.
Provinsi tertinggi lainnya ada Papua Barat dan Sulawesi Barat dengan persentase yang sama, yakni 1,16%.
Selanjutnya ada Papua sebesar 1,12%, disusul DKI Jakarta yang turut melengkapi daftar lima besar ini dengan persentase 1,09%.
Sementara provinsi dengan angka pernikahan remaja perempuan terkecil pada 2022 di antaranya Jawa Barat (0,03%), Bali (0,08%), dan Jambi (0,1%).
Pernikahan usia dini merupakan akad nikah yang dilangsungkan pada usia di bawah undang-undang (UU) yang berlaku.
Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa batas minimal perkawinan laki-laki dan perempuan adalah berumur 19 tahun.
BPS menjelaskan, perempuan pernah kawin dalam laporan ini meliputi perempuan yang berstatus kawin, cerai hidup, atau cerai mati. Berdasarkan gambaran tersebut, BPS menegaskan tidak ada peningkatan atau penurunan persentase perempuan pernah kawin umur 10–14 tahun yang tajam antar-periode sensus.
Persentase remaja perempuan usia 10-14 tahun yang pernah menikah di Indonesia sebesar 0,5% itu masih lebih kecil dibandingkan negara berkembang lainnya.
BPS memberi contoh, pada sebagian besar negara Afrika, persentase perempuan yang menikah sebelum umur 15 tahun berkisar antara 1-10%, sedangkan pada sebagian besar negara Asia kurang dari 2%. Selain itu, pada sebagian besar negara Amerika Latin dan Karibia sekitar 1-5%.
Mengutip penelitian Muntamah dkk., BPS menyebut bahwa tren pernikahan usia dini yang semakin meningkat di berbagai negara terkadang berkaitan erat dengan tradisi, ekonomi, dan agama.
(Baca juga: Masih Banyak Remaja Perempuan RI yang Belum Tuntaskan Sekolah Dasar)