Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 78 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 16 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Sabtu (14/12/2024) pukul 11.06 WIB. Dari 78 titik panas terdeteksi, 76 titik skala sedang dan 2 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Negara dengan Gunung Berapi Aktif Terbanyak di Dunia, Indonesia Pertama)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Selatan sebanyak 34 titik. Lampung menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 17 titik. Kalimantan Timur berada di posisi ketiga sebanyak 6 titik panas.
Sebanyak 5 titik panas terdeteksi di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan menyusul dengan 4 titik panas, serta Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara masing-masing memiliki 4 dan 2 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Tren Letusan Gunung Berapi dalam Beberapa Tahun Terakhir)