Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 169 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 65 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Jumat (29/11/2024) pukul 11.23 WIB. Dari 169 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 163 titik skala sedang, dan 5 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Negara dengan Gunung Berapi Aktif Terbanyak di Dunia, Indonesia Pertama)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sulawesi Tengah sebanyak 60 titik. Sulawesi Tenggara menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 38 titik. Nusa Tenggara Timur berada di posisi ketiga sebanyak 21 titik panas.
Sebanyak 20 titik panas terdeteksi di Maluku Utara, Jawa Timur menyusul dengan 6 titik panas, serta Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan masing-masing memiliki 5 dan 4 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Tren Letusan Gunung Berapi dalam Beberapa Tahun Terakhir)